Kamis, 22 September 2011

Review 3



ANALISIS LOKASI DAN POLA RUANG
(Zona Lahan dan Struktur Ruag Kota)
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta sistem prasarana maupun sarana. Semua hal itu berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial-ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional. Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan ataupun tidak. Wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk tata ruang.
Kota ideal adalah kota yang mempu mengakomodasi dan menyelaraskan antara aktivitas masyarakat dan bentuk penggunaan lahannya. Pertumbuhan maupun perkembangan yang terjadi pada suatu kota akan sangat mempengaruhi kinerja dari pusat kota. Semakin luas suatu kota, maka akan semakin menambah ”beban” yang ditanggung oleh pusat kota. Hal tersebut berdampak langsung terhadap perkembangan pemanfaatan lahan yang semakin terbatas di pusat kota, maka dari itu perlu diketahuinya mengenai pusat pertumbuhan kota. Sebuah kota akan terlihat bentuknya jika memiliki zona-zona pada setiap lahan, ataupun wilayah, terutama pada struktur ruang kota, yang membutuhkan batas-batas di setiap ruang, agar terlihat perkembangan kota di setiap sudutnya, maka diperlukan zona-zona tersebut, agar bisa mempertegas adanya sebuah struktur kota.
Pembentukan struktur kota merupakan imbas pertumbuhan besar-besaran dari populasi kota, yang mana merupakan pengaruh dari munculnya arus  transportasi, pejalan kaki, menggambarkan bahwa ada 3 model struktur kota. Yang pertama adalah teori konsentris oleh Burgess, Teori Sektor oleh Hoyt, dan Teori Pusat Kegiatan Banyak oleh C.D Harris dan F.L Ullmann. (Yunus 2002;124).
  Teori Struktur Ruang Kota
1.       Teori Konsentris (Burgess,1925) yang menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. Ernest w. Burgess, membagi kota kedalam lima zona yang berbentuk memusat.
a. Zona pusat daerah kegiatan (PDK)
Zona pusat kegiatan atau disebut pula central bussiness district(CBD). Dalam zona ini terdapat toko-toko besar dan gedung perkantoran seperti bank, pertokoan, dan rumah makan.
b. Zona peralihan atau zona transisi
Zona transisi masih terikat dengan zona pusat kegiatan. Pada zona ini terdapat penduduk yang tidak stabil, baik ditinjau dari tempat tinggal, maupun dari segi ekonomi. Penduduk di wilayah ini umumnya adalah penduduk miskin. Biasanya, seiring dengan perkembangan kota, daerah ini menjadi sasaran pembangunan gedung-gedung untuk perhotelan, tempat parkir, dan jalan-jalan utama.
c. Zona pemukiman kelas proletar
Zona ini disebut juga zona working men’s homes atau kaum pekerja. Penduduk di wilayah ini umumnya kurang mampu dilihat dari segi pendapatan. Perumahan yang dibangun relatif kecil tetapi masih lebih baik dibanding pada zona transisi.
d. Zona pemukiman kelas menengah (residential zona)
Sesuai dengan namanya, zona ini terdiri atas pemukiman para karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu. Karena itu, pemukimannya lebih baik dibanding dengan zona proletar.
e. Zona penglaju (zona commuters)
Zona ini dihuni oleh para penglaju yaitu mereka yang bekerja di kota tetapi tinggal di daerah belakang atau hinterland. Karena itu, setiap hari mereka pulang pergi dari rumah ke tempat kerja menggunakan berbagai jenis kemdaraan.
Disini  terjadi  proses  persaingan dimana  yang kuat  akan  mengalahkan  yang lemah  yang kemudian mendominasi ruangnya. Kegiatan  atau  penduduk pada  zona tertentu akan mengekspansi pengaruhnya ke zona yang lain dan makin lama akan terjadi proses dominasi dan akhirnya akan sampai pada tahap  suksesi dimana  seluruh bentuk kehidupan sebelumnya secara sempurna telah tergantikan oleh bentuk-bentuk baru.
2.       Teori Sektoral (Homer Hoyt,1939), menyatakan bahwa perkembangan di daerah perkotaan tidak mengikuti zona-zona yang teratur secara konsentris, melainkan berupa sektor-sektor. Menurutnya, daerah-daerah industri berkembang sepanjang lembah sungai dan jalur lintasan kereta api yang menghubungkan kota tersebut dengan kota lainnnya. Hoyt beranggapan bahwa daerah-daerah yang memiliki sewa tanah atau harga tanah yang tinggi akan terletak di tepi luar dari kota. Selain itu, dia juga beranggapan bahwa daerah-daerah yang memiliki sewa dan harga tanah yang rendah merupakan jalur yang mirip dengan potongan kue tart, sehingga bentuk struktur ruang kota tidak konsentris.
3.       Teori Berganda (Multiple Nuclei) yang menggambarkan bahwa kota-kota besar akan mempunyai struktur yang terbentuk atas  sel-sel, dimana penggunaan  lahan yang berbeda-beda akan berkembang disekitar  titik-titik pertumbuhan atau Nuclei didalam daerah perkotaan. Perumusan  ide ini  pertamakali  diusulkan  oleh  C.D  Harris  dan  F.L  Ullmann  tahun  1945.  Disamping menggabungkan ide-ide yang dikemukakan teori konsentris dan teori sektor,  teori  pusat  kegiatan  banyak  ini  masih  menambahkan  unsur-unsur  lain.  Yang perlu  diperhatikan  adalah  Nuclei  yang  mengandung  pengertian  semua  unsur  yang menarik  fungsi-fungsi  antara  lain  pemukiman,  perdagangan,  industri,  dll.  Oleh karenanya teori ini mempunyai struktur keruangan yang berbeda dengan teori konsentris dan teori sektoral. 

Sumber :
                Anonim. 2009. Teori Struktur Ruang Kota. http://fitrawanumar.blogspot.com. Diunduh, Senin 19 September 2011.
                Anonim. 2011. Pengertian Ruang Kota. http://kafeilmu.com. Diunduh, Senin 19 September 2011.
                Subimanti. 2009. Struktur ruang Desa dan Kota. http://subismanti.blogspot.com. Diunduh, Senin 19 September 2011.
                Surjono. 2010. Sistem dan struktur Kota. http://surjonopwkub.lecture.ub.ac.id. Diunduh, Senin 19 September 2011.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar